Blogger news

Minggu, 16 Desember 2012

BAB I PENDAHULUAN 
Akhir-akhir ini dunia pendidikan di Indonesia sedang memberbincangkan profesionalisme guru yang banyak menyedot perhatian dari berbagai kalangan. Mulai dari guru, akademisi, politisi, sampai wartawan menyoroti masalah profesionalisme guru. Kalangan guru menyambut gegap gempita seolah-olah mereka mendapatkan “durian runtuh” karena iming-iming mendapatkan tunjangan profesional tanpa adanya perlakuan yang beda antara guru negeri dan swasta. Para akademisi senantiasa memberikan perhatian bagaimana peningkatan profesionalisme guru. Para politisi dan wartawan senantiasa memberikan sorotan terhadap pelaksanaan sertifikasi di berbagai LPTK dan realisasi peningkatan kesejahteraan guru. Mutu pendidikan ditentukan oleh beberapa faktor penting yaitu: input, proses, dukungan ligkungan, sarana dan prasaranan. Berkaitan dengan faktor proses, guru menjadi faktor utama dalam penciptaan suasana pembelajaran. Guru dituntut dalam menjalankan tugasnya secara profesional. Upaya peningkatan kualitas pendidikan tidak mungkin terlaksana dengan baik apabila tidak dibarengi dengan upaya peningkatan standar kompetensi guru. Menurut Muchlas Samani, upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dari aktor kuncinya, yaitu guru. Hasil studi yang dilakukan oleh Fasli Jalal dan Bahrudin Musthafa menyimpulakn bahwa guru merupakan kunci yang paling menentukan dalam keberhasilan pendidikan. Reformasi apapun yang dilakukan dalam pendidikan, seperti pembaharuan kurikulum, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, dan penerapan metode pembelajaran baru, tanpa guru yang bermutu, peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.
BAB II PROFESINALISME GURU SEBAGAI KEBUTUHAN 
Peranan guru sebagai pendidik profesional akhir-akhir ini telah dipertanyakan. Hal ini antara lain disebabkan oleh munculnya fenomena para lulusan pendidikan yang secara moral cenderung merosot dan secara intelektual akademik juga kurang siap untuk memasuki lapangan kerja. Semuanya ini terutama berkaitan erat peranan guru sebagai pendidik profesional. Bangsa Indonesia selama ini belum memberikan perhatian yang tinggi terhadap profesi guru. Profesionalisme guru di Indonesia sangat memprihatinkan. Di satu sisi masyarakat memberikan kedudukan yang tinggi pada guru, seperti pandangan masyarakat yang mengelu-elukan guru sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” atau “sumber spiritualitas”. Namun, penghargaan ini tidak disertai dengan perhatian dan pemberian kesejahteraan yang memadai sehingga dalam realitas sosial sering ditemukan sosok guru yang “mengenaskan” seperti fakta guru yang menjalankan tugas sebagai guru di sekolah pada pagi hari dan sore hari berganti pekerjaan sebagai tukang ojek. Di satu sisi guru dijunjung tinggi, namun di sisi lain guru seolah “dicampakan” dan tidak dihargai sehingga seperti “tukang” dan pekerja “sambilan”. Selain itu, profesi guru di Indonesia selama ini sangat terbuka. Siapa saja bisa jadi guru. Meskipun tidak memiliki keahlian dan keterampilan padagogis, dengan niat saja seseorang bisa menjadi guru. Bahkan, yang lebih memprihatinkan profesi guru dianggap sebagai profesi “kecelakaan”. Seseorang terpaksa menjadi guru setelah sulit mendapatkan pekerjaan. Profesi guru dijadikan pelabuhan terakhir setelah kerepotan kesana kemari mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya tidak ditemukan. Tidak sedikit yang terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia, pengangkatan guru tanpa melalui seleksi. Tidak ada upaya penjaringan guru yang sesuai dengan bidang studi dan kualifikasi dan kebutuhan. Siapa saja bisa menjadi guru. Bahkan, nepotisme sering mewarnai pengangkatan guru di sekolah-sekolah. Kerena masih ada kedekatan atau kerabat dengan kepala sekolah, seseorang bisa diangkat menjadi guru meskipun tidak layak dan di bawah kualifikasi. Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu: pertama; masalah kualitas/mutu guru. Kedua; jumlah guru yang dirasakan masih kurang. Ketiga; masalah distribusi guru dan masalah kesejahteraan guru. Kualitas guru di Indonesia, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn (inti) dari pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yang tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu ruang kelas sering diisi lebih dari 20 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal sebuah proses belajar mengajar yang dianggap efektif. Idealnya, setiap kelas didisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal. Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri dalam dunia pendidikan di Idonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing-masing kita dengar adanya kekurangan guru dalam satu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitasi dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan. Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperi ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, di luar dari tugas pokok meraka sebagai pengajar, termasuk berbisnis di lingkungan sekolah dimana mereka mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteraan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesionalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktik bisnis di sekolah. Tidak dapat disangkal lagi bahwa profesionlisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar-benar ahli dibidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimiliki agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, ternasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan zaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menunut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas. Dalam era globalisasi, perkembangan informasi dan tekhnologi semakin canggih dan dunia kerja semakin kompleks sehingga menuntut adanya efisiensi, transparansi kualitas tinggi dan profesionalisme. Di samping itu masyarakat global akan semakin peka terhadap masalah-masalah demokrasi, hak asasi manusia, dan isu lingkungan hidup. Oleh karena itu sosok guru harus dipersiapkan sesuai dengan perkembangan zaman. Maka, peningkatan profesioalisme guru merupakan keniscayaan bagi guru dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sosok guru saat ini harus mampu bekerja secara profional dalam melakukan proses tranformasi ilmu pengetahuan, teknologi, serta internalisasi etika dan moral.
BAB III STRATEGI PENINGKATAN KOMPETENSI GURU PROFISIONAL 
Kompetensi sering didefinisikan sebagai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap nilai yang terwujud kebiasaan berfikir dan bertindak. Seorang guru dianggap kompeten jika secara konsisten mampu menampilkan/menunjukan kemampuan yang spesifik, yang sangat diamati, dan diukur. Seperti kemampuan guru dalam merancang perencanaan pembelajaran. Perencaan Pembelajran (RPP dan Silabus) adalah salah satu indikator dan wujud profesionalitas guru. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan menyusun perencaan pembelajaran yang bagus dan benar. Guru yang tidak mempersiapkan perencaan pembelajaran patut dipertanyakan profesionalismenya. Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasioal Pendidikan, pendidik atau guru merupakan salah satu aspek dalam pendidikan yang harus distandarkan untuk menjaga mutu pendidikan di Indonesia. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dubuktikan dengan ijasah dan/atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi padagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan komptensi sosial. Selanjutnya, kompetensi guru profesional dijabarkan lebih detail melalui Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007. Menurut Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007, kompetensi profesional adalah penguasaan materi yang diampu, kemampuan mengembangkan materi yang diampu, serta kemampuan mengembangkan keprofesinalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif dengan memanfaatkan tekhnologi informasi. Sedangkan kompetensi padagogis guru adalah kemampuan yang terkait dengan kependidikan atau metodologis, seperti : 1. Menguasai karekteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu. 4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik. 5. Memanfaatkan tekhnologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik. 6. Menfalisitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 8. Menyelenggarakan penilaiaan dan evaluasi proses dan hasil belajar. 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Dalam UU No. 14 Tahun 2005 ayat (5) menegaskan bahwa kompetensi kepribadian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup kepribadian yang : 1. Mantap 2. Stabil 3. Dewasa 4. Arif dan bijaksana 5. Berwibawa 6. Berakhlaq mulia 7. Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat 8. Secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan 9. Mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan. Ayat (16) menegaskan pula bahwa kompetensi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat sekurang-kurangya meliputi kompetensi untuk : 1. Berkomunikasi lisan, tulisan, dan isyarat. 2. Mengggunakan tekhnologi komunukasi dan informasi secara fungsional. 3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; dan 4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Noone Buchari, mengutip dari Tammy Belavek, menambahkan kiranya jika setiap guru yang ingin tampil terbaik seseorang guru seharusnya : 1. Memiliki misi 2. Memiliki suatu keyakinan positif bahwa dia mampu bekerja dengan sukses bersama-sama peserta didik. 3. Mengenal bahwa pilihan yang dibuat memiliki dampak yang mendalam terhadap keberhasilan dirinya. 4. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah yang memungkinkan bagi guru untuk mengatasi setiap tantangan yang mereka hadapi. 5. Membangun hubungan positif dengan peserta didik. Mereka menyadari bahwa semakin banyak peserta didik percaya, semakin banyak keinginan peserta didik untuk belajar bersama guru. 6. Membangun hubungan yang positif dengan orang tua atau pengasuh. 7. Memelihara sikap positif. 8. Mengembangkan ketrampilan berkomunikasi yang membantu guru memotivasi dan meningkatkan efektifitas kegiatan kelas. 9. Mengambil langkah yang diperlukan untuk menghindari guru. 10. Mengetahui penggunaan waktu dan usaha untuk memperoleh hasil yang terbaik dan kepuasan yang terbesar di luar mengajar. 11. Menjadi bagian dari keseluruhan tim sekolah. 12. Mengajar peserta didik dengan strategi pilihan, sehingga peserta didik dapat mencapai potensi yang tertinggi dan meraih keberhasilan. Mengigat posisi guru sebagai pekerjaan profesional, diperlukan beberapa strategi pengembangan profesionalisme agar guru memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas dan memberikan layanan pendidikan yang dapat dipertanggung jawabkan secara publik. Ada tiga level yang dapat dijadikan titik tolak sebagai strategi pengembangan profesionalsme, yaitu level personal , level sekolah, dan level pemerintah. Guru yang profesional selayaknya mencerminkan profil guru yang efektif (effective teacher) dan hebat (great teacher) yang bisa membangun kompetensi diri mulai dari kehidupan sehari-hari guru akan menjadi guru yang bermakna dan menjadi inspirasi bagi orang lain. Profil guru yang efektif dan hebat bisa mengembangkan tujuh kebiasaan (7th habits of highly affective family) dan delapan kebiasaan yang diterapkan dalam kehidupan baik di lingkungan sekolah ataupun di lingkungan sosial dimana mereka tinggal 7 (tujuh) habits/kebiasaan atau sering disebut dengan istilah (seven habits ) adalah terdiri beberapa kebiasaan sebagai berikut : 1. Proaktif. 2. Membangun visi (cita-cita). 3. Menyusun prioritas kehidupan. 4. Berusaha memahami orang lain lebih dulu baru mengharap orang lain memahami kita. 5. Saling menyenangkan dalam hubungan dengan orang lain. 6. Bersinergi dengan orang lain. 7. Memperbaharui kehidupan. Peningkatan profesionalisme guru di samping dimulai dari diri guru, juga didukung degan kebijakan di level sekolah. Sebagai organisasi yang di dalamnya terdiri dari orang yang mengurus atau mengelola dan atau dikelola, guru merupakan bagian yang harus dikelola dengan baik sehingga berdampak positif bagi sekolah. Peningkatan kompetensi guru dilevel sekolah melalui penerapan manajemen sekolah yang efektif dapat berupa ; 1. Pengembangan sekolah sebagai organisasi dan kaitannya dengan peningkatan kompetensi guru. 2. Pengembangan sekolah berbasis orientasi kesiswaan dengan melibatkan partisipasi aktif siswa dan guru. Dimensi berikutnya dalam meningkatkan kompetensi guru adalah melalui kebijakan dilevel pemerintah, yang meliputi ; 1. Pengembangan standar profesional. 2. Pengujian kompetensi, baik guru lama maupun guru baru. 3. Menekankan kualitas guru dari pada kuantitas. 4. Evaluasi kompetensi guru secara periodik. 5. Pengembangan profesional (Inservice Training). 6. Penegakan kode etik.
BAB IV MENGUKUR PROFESIONALITAS GURU MELALUI SERTIFIKASI GURU 
Sertifikasi adalah proses pemberian sertfikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan dan kreteria profesionalisme guru. Menurut Muchslas Samani, sertifikasi diperlukan untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah atau di madrasah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi syarat dan lulus uji sertifikasi. Jika guru telah memenuhi kreteria yang dipersyaratkan berhak mendapatkan “Sertifikat Pendidik” sebagai bukti penguasaan kompetensi minimal yang dilakukan melalui eveluasi yang cermat dan komprehensif dari aspek-aspek pembentukan sosok guru yang kompeten dan profesional. Oleh karena itu, sertifikasi diperlukan untuk menentukan tingkat kelayakan seseorang guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran di sekolah atau di madarasah dan sekaligus memberikan sertifikat pendidik bagi guru yang telah memenuhi syarat dan lulus uji sertifikasi. Lebih lanjut Muchlas Samani menjelaskan bahwa “sertifikasi guru” perlu dilaksanakan karena sebagai pertimbangan; pertama, melindungi profesi guru dari praktik-praktik layanan yang tidak kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru. Kedua; melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan profesional yang dapat menghambat upaya peningkatan kualitas pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di Indonesia. Ketiga; menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK yang bertugas mempersiapkan calon guru dan berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan. Keempat; menjaga lembaga penyelanggara pendidikan dari keinginan internal dan tekanan eksternal yang potensial menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang berlaku. Sertifikat pendidikan merupakan bukti kelayakan dan profesionalitas guru.sebagai konsekuensinya, guru yang dinyatakan layak dan mendapatkan legalisasi “sertifkat pendidik” akan mendapatkan tunjangan profesional untuk peningkatan kesejahteraan dan menunjang pengembangan profesionalitas guru. Dalam hal ini, pemerintah mengambil peran dalam pembayaran tunjangan profesional guru dengan menyiapkan anggaran nasional. Namun perlu diwaspadai agar program sertifikasi tidak diselewengkan sekedar legalisasi untuk memperoleh tunjanngan profesi, tetapi lebih sebagai upaya meningkatkan kompetensi. Kompetensi guru diyakini tidak secara otomatis menjadi baik dengan menaikan remunerasi saja. Oleh sebab itu, diperlukan upaya mengubah motivasi dan kinerja guru secara terencana, terarah, dan bersinambungan.
BAB V PENUTUP 
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia adalah dengan adanya sertifikasi guru, namun yang harus mendapat perhatian adalah bagaimana pelaksaaan sertifikasi. Pelaksanaan sertifikasi tanpa diimbangi kompetisi akan berubah menjadi lembaga formalisasi profesi guru. Jika guru sudah mendapatkan “sertifikat pendidik” dan mendapatkan tunjangan profesinalitas, bagaimana menyiapkan mekanisme untuk mendorong “kinerja profesonal” guru. Tanpa mekanisme ini “setifikat pendidik” hanya akan menjadi formalitas bagi profesinalisme guru. Pemerintah mengeluarkan anggaran yang cukup besar akan sis-sia sehingga bukan profesinalime guru yang dicapai, tetapi pemborosan dan formalitas. Akibatnya, guru dan calon guru akan mengejar-ngejar “selembar kertas” hanya untuk mendapatkan tunjangan profesi dan kesejahteraan belaka tanpa diimbangai mutu, dedikasi, dan kinerja untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

 Link Download
Makalah Profesionalisme Guru.doc


Posted by in  on 19.37 1 comment

1 komentar:

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search Our Site

Sample Text